Pelajaran Sejarah Tanggal 5 Oktober Sebagai Hari Lahirnya Tentara Nasional Indonesia (Tni)
April 11, 2021
Edit
PELAJARANCG: Sebentar lagi kita memperingati hari ulang tahun Tentara Nasional Indonesia yang ke 74 tahun 2019 yang jatuh pada tanggal 5 Oktober, berarti kita telah melihat realita bahwa Tentara Nasional Indonesia sudah 74 tahun bertugas melindungi bangsa dan Negara Indonesia. Tapi masih ingatkah kau dikala disekolah wacana kurikulum pelajarancg. blogspot.com bagaimana proses lahirnya Tentara Nasional Indonesia dan kenapa tanggal 5 Oktober menjadi hari lahirnya TNI? secara singkat juga lengkap Marilah kita merenung sejenak untuk kembali mengingat momentum sebuah perjalanan panjang kelahiran Tentara Nasional Indonesia yang genetiknya murni dari ruhnya rakyat Indonesia yang mempunyai nasionalisme kuat. Maka tidaklah mengherankan bila hingga dikala ini Tentara Nasional Indonesia tidak sanggup dipisahkan dan selalu manunggal dengan rakyat alasannya Tentara Nasional Indonesia tetap dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat
Pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang dimulai di kawasan Kedu Selatan, Pengambilalihan Kepolisian Jepang yang merupakan instansi bersenjata berlangsung tanpa pertumpahan darah. Mereka telah menyadari situasi yang terjadi, bahkan banyak Polisi Jepang yang kemudian menentukan bergabung menjadi Polisi RI yang ditandai dengan diturunkannya bendera Jepang dan dikibarkan bendera Merah Putih di kantor mereka. Dalam kantor pamong praja yang pada tiap kabupaten ditempatkan seorang opsir (biasanya berpangkat Mayor) pun tidak mengadakan perlawanan, sehingga pengambilalihan kekuasaan berlangsung singkat sesuai dengan naskah Proklamasi yang menyatakan bahwa “Hal–hal yang mengenai pemindahan kekuasaan diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat– singkatnya”.
Seperti halnya pada Kepolisian, jajaran Pamong Praja dari Bupati, Wedana, Asisten Wedana, hingga dengan Lurah berikut para pegawainya, otomatis menjadi Pegawai Republik Indonesia. Dengan demikian terbentuklah Kabupaten, Kawedanan, Asistenan dan Kelurahan yang ditandai dengan dikibarkannya Sang Merah Putih. Pada jajaran pemerintahan yang terdiri dari dinas–dinas dan jawatan, seperti: Pekerjaan Umum, Kesehatan, Jawatan Kereta Api, Pendidikan dan Pengajaran, Pertanian, Perekonomian, dan Kehewanan, pengambilalihan kekuasaan berlangsung tenang dan tanpa kekerasan. Yang terjadi hanya pergantian nama, yang semula dinas atau jawatan Pemerintahan Bala Tentara Dai Nippon, menjadi dinas atau jawatan Pemerintah Republik Indonesia. Pengambilalihan ditandai dengan dikibarkannya Sang Merah Putih di depan kantor, sehingga pegawai–pegawainya pun otomatis menjadi Pegawai Republik Indonesia.
Tetapi ada sebagian tentara Jepang yang tidak begitu saja menyerahkan senjatanya. Tidak semua pengambilalihan kekuasaan dari Jepang sanggup dilakukan dengan mudah. Ada beberapa kejadian pengambilalihan kekuasaan yang didahului secara diplomasi dengan didukung oleh pasukan siap tempur.
Seperti di Krendetan dan Prembun, Eks Shodancho Sroehardoyo menuju ke Krendetan tempat pertahanan meriam Jepang tetapi tidak menemukan senjata. Saat pulang dengan memakai kereta api dari Kroya, diketahui bahwa ada satu kompi tentara Jepang yang akan ke Yogyakarta, berada dalam kereta yang sama. Ketika kereta masuk stasiun, terlihat BKR dan Pemuda Pelajar Kutoarjo mengadakan pengamanan. Sroehardoyo bertemu dengan eks Chudancho Sarbini di stasiun tersebut dan mengutarakan maksudnya alasannya Ia sadar bila memakai kekerasan akan menemui kesulitan. Maka Sroehardoyo pun memakai cara diplomasi yang ternyata disetujui Sarbini. Perundingan berjalan lancar.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA dan Heiho. Tugas untuk menampung bekas anggota PETA dan Heiho ditangani oleh BPKKP. Pembentukan BKR merupakan perubahan dari hasil sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 yang telah menetapkan untuk membentuk Tentara Kebangsaan. Maka pada tanggal 23 Agustus 1945 Presiden RI mengeluarkan Seruan sebagai berikut: “Saya berharap kepada kau sekalian, hai prajurit–prajurit bekas PETA, Heiho, dan Pelaut serta pemuda-pemuda lain, untuk sementara waktu, masuklah dan bekerjalah pada Badan Keamanan Rakyat. Percayalah nanti akan tiba saatnya kau dipanggil untuk menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia” Berdasarkan undangan Presiden tersebut, segenap jajaran pemerintahan di kawasan segera mengadakan pertemuan untuk membahas dan mengambil langkah lanjutan dengan berpedoman dan memperhatikan petunjuk yang telah digariskan dari tingkat atasnya, antara lain:
Rakyat terutama cowok para bekas prajurit PETA, Heiho, KNIL, Pelaut serta cowok lain yang tergabung dalam banyak sekali organisasi kepemudaan dan kelaskaran menanggapi dan menyambut baik Seruan Presiden, alasannya wadah untuk berjuang telah tersedia. Pembentukan melalui banyak sekali proses dan melalui sejumlah tahapan. Di kawasan tingkat kabupaten diadakan musyawarah koordinasi antara bekas Opsir Peta yang tertinggi pangkatnya dengan Bupati dan Kepala Polisi Negara Kabupaten untuk memecahkan banyak sekali persoalan guna melakukan Seruan Presiden tersebut, dimana hasilnya sebagai berikut:
Karena pada dikala itu komunikasi masih sulit, tidak semua kawasan di Indonesia mendengar Pidato Presiden Soekarno tersebut. Mayoritas kawasan yang mendengar itu ialah Pulau Jawa. Sementara tidak semua Pulau Sumatera mendengar. Sumatera kepingan timur dan Aceh tidak mendengarnya.
Walaupun tidak mendengar pemuda-pemuda di banyak sekali kawasan Sumatera membentuk organisasi-organisasi yang kelak menjadi inti dari pembentukan tentara. Pemuda Aceh mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API), di Palembang terbentuk BKR, tetapi dengan nama yang lain yaitu Penjaga Keamanan Rakyat (PKR) atau Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR).
Kemudian Pemerintah memanggil Oerip Soemohardjo ke Jakarta. Wapres Dr.(H.C.) Drs Mohammad Hatta mengangkatnya menjadi Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal dan diberi kiprah untuk membentuk tentara. Pada waktu itu Markas Tertinggi TKR berada di Yogyakarta. Akhirnya pada tanggal 5 Oktober 1945 Pemerintah RI mengeluarkan maklumat sebagai berikut:
Maklumat ini disusul dengan Pengumuman Pemerintah tanggal 7 Oktober 1945 yang berbunyi:
Pemuda-pemuda bekas Peta, Heiho, Keigun, dan cowok dari Barisan Pelopor telah menyiapkan tenaganya, biar setiap waktu sanggup membaktikan tenaganya untuk menentang kembalinya penjajah Belanda. Pemuda-pemuda dan Tentara Kebangsaan itu dengan segera diperlengkapi dengan persenjataan, biar dengan jalan demikian sanggup mempertahankan keamanan umum.
Maklumat, Pengumuman Pemerintah dan Seruan Ketua KNIP tersiar ke seluruh negeri. Semakin jelaslah bagi rakyat, terutama cowok yang semenjak awal berniat mengabdikan dirinya untuk berjuang melalui kesatuan bersenjata. TKR menerima sambutan hangat, tidak hanya dari cowok yang telah tergabung dalam BKR, tetapi juga pemuda-pemuda lainnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya unsur pegawai negeri, swasta, guru, pelajar, petani, pedagang, dan santri yang tadinya belum masuk ke dalam BKR, berbondong- bondong masuk TKR. Sehingga apabila tidak diadakan pembatasan peneriman dikala itu, niscaya kekuatan TKR sangat besar.
Kepala Staf Umum TKR, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo menyusun TKR dengan 10 Divisi di Jawa dan 6 Divisi di luar Jawa. Satu di antara 10 Divisi TKR di Jawa ialah Divisi V di bawah pimpinan Kolonel Soedirman yang berkedudukan di Purwokerto mencakup kawasan Kedu, Pekalongan, dan Banyumas.
Setelah terbentuk TKR maka Presiden Soekarno pada tanggal 6 Oktober 1945, mengangkat Suprijadi, seorang tokoh pemberontakan PETA di Blitar untuk menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan Pemimpin Tertinggi TKR. Akan tetapi beliau tidak pernah muncul hingga awal November 1945, sehingga TKR tidak mempunyai pimpinan tertinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka pada tanggal 12 November 1945 diadakan Konferensi TKR di Yogyakarta dipimpin oleh Kepala Staf Umum TKR Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo. Hasil konferensi itu ialah terpilihnya Kolonel Soedirman sebagai Pimpinan Tertinggi TKR. Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 18 Desember 1945 mengangkat resmi Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR, dengan pangkat Jenderal.
Untuk mewujudkan tentara yang sempurna, pemerintah membentuk suatu panita yang disebut dengan Panitia Besar Penyelenggaraan Organisasi Tentara. Beberapa panitia tersebut ialah Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo dan Komodor Suryadarma.
Pada tanggal 17 Mei 1946 panitia mengumumkan hasil kerjanya, berupa rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, kekuatan dan organisasi, peralihan dari TKR ke TRI dan kedudukan laskar-laskar dan barisan-barisan serta tubuh usaha rakyat.
Presiden Soekarno pada tanggal 25 Mei 1946 jadinya melantik para pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan. Pada upacara peresmian tersebut Panglima Besar Jenderal Soedirman mengucapkan sumpah anggota pimpinan tentara mewakili semua yang dilantik.
Usaha untuk menyempurnakan tentara terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada waktu itu. Banyaknya laskar-laskar dan tubuh usaha rakyat, kurang menguntungkan bagi usaha mempertahankan kemerdekaan. Sering terjadi kesalahpahaman antara TRI dengan tubuh usaha rakyat yang lain.
Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman tersebut pemerintah berusaha untuk menyatukan TRI dengan tubuh usaha yang lain. Pada tanggal 15 Mei 1947 Presiden Republik Indonesia mengeluarkan penetapan wacana penyatuan TRI dengan tubuh dan laskar usaha menjadi satu organisasi tentara. Untuk mempersatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara regular dan badan-badan usaha rakyat, maka pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi. Sesuai dengan Keputusan Presiden pada tanggal 3 Juni 1947 Tentara Republik Indonesia (TRI) diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No. 24.
Presiden juga menetapkan susunan tertinggi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soerdiman diangkat sebagai Kepala Pucuk Pimpinan Tentara Nasional Indonesia dengan anggotanya ialah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir. Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono. Dalam ketetapan itu juga menyatakan bahwa semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang berubah menjadi menjadi TNI, diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari aba-aba yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.
Selain itu, hasil dari Perjanjian Renville ialah semakin sempitnya wilayah Republik Indonesia. Daerah yang dikuasai hanyalah beberapa karesidenan di Jawa dan Sumatera yang berada dalam keadaan konomi yang cukup parah jawaban blokade oleh Belanda.
Pada tanggal 2 Januari 1948 Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No.1 Tahun 1948, yang memecah Pucuk Pimpinan Tentara Nasional Indonesia menjadi Staf Umum Angkatan Perang dan Markas Besar Pertempuran. Staf Umum dimasukkan kedalam Kementerian Pertahanan di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP). Sementara itu Markas Besar Pertempuran dipimpin oleh seorang Panglima Besar Angkatan Perang Mobil. Pucuk Pimpinan Tentara Nasional Indonesia dan Staf Gabungan Angkatan Perang dihapus.
Presiden mengangkat Komodor Suryadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dengan Kolonel T.B. Simatupang sebagai wakilnya. Sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil diangkat Jenderal Soedirman. Staf Umum Angkatan Perang bertugas sebagai perencanaan seni administrasi dan siasat serta berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan. Sementara Staf Markas Besar Angkatan Perang Mobil, ialah pelaksana taktis operasional.
Keputusan Presiden ini mengakibatkan reaksi di kalangan Angkatan Perang. Maka pada tanggal 27 Februari 1948, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden No.9 Tahun 1948 yang membatalkan penetapan yang usang dan mengeluarkan penetapan baru. Dalam penetapan yang gres ini, Staf Angkatan Perang tetap di bawah Komodor Suryadarma, sementara itu Markas Besar Pertempuran tetap di bawah Panglima Besar Jenderal Soedirman, ditambah Wakil Panglima yaitu Jenderal Mayor A.H. Nasution. Angkatan Perang berada di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) yang membawahi Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) dan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU).
Dalam penataan organisasi ini dibagi menjadi 2 kepingan yaitu penataan kementerian dan pimpinan tertinggi ditangani oleh KASAP, sementara mengenai pasukan serta daerah- kawasan pertahanan ditangani oleh Wakil Panglima Besar Angkatan Perang.
Untuk menuntaskan penataan organisasi ini, Panglima Besar Jenderal Soedirman membentuk sebuah panitia yang anggotanya ditunjuk oleh Panglima sendiri. Anggota panitia terdiri dari Jenderal Mayor Susaliy (mantan PETA dan laskar), Jenderal Mayor Suwardi (mantan KNIL) dan Jenderal Mayor A.H. Nasution dari perwira muda. Penataan organisasi Tentara Nasional Indonesia selesai pada simpulan tahun 1948, sehabis Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera, Kolonel Hidajat menuntaskan penataan organisasi tentara di Pulau Sumatera.
Pada tahun 1998 terjadi perubahan situasi politik di Indonesia. Perubahan tersebut besar lengan berkuasa juga terhadap keberadaan ABRI. Pada tanggal 1 April 1999 Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia secara resmi dipisah menjadi institusi yang bangkit sendiri. Sebutan ABRI sebagai tentara dikembalikan menjadi TNI, sehingga Panglima ABRI menjadi Panglima TNI.
Sebuah perjalanan panjang kelahiran Tentara Nasional Indonesia yang genetiknya murni dari Ruh rakyat Indonesia yang mempunyai nasionalisme kuat. Maka tidaklah mengherankan bila Tentara Nasional Indonesia hingga dikala ini tidak sanggup dipisahkan dan selalu Manunggal dengan Rakyat.
Baca:
Akhir kata pelajarancg.blogspot.com mengucapkan selamat ulang tahun untuk hari jadi Tentara Nasional Indonesia Republik Indonesia Tahun 2019 5 Oktober untuk seluruh teman, anggota Tentara Nasional Indonesia (AU, AD dan AL) seluruh jajarannya ,,,, Dirgahayu yang ke-74 "POLRI Dan Tentara Nasional Indonesia Bersinergi Dalam Menciptakan Keamanan keselamatan untuk seluruh rakyat Indonesia juga NKRI
Daftar Isi:
- PENEGAKKAN KEMERDEKAAN
- PENGAMBILALIHAN KEKUASAAN DARI TANGAN JEPANG
- DIBENTUKNYA BADAN KEAMANAN RAKYAT (BKR)
- DIBENTUKNYA TENTARA KEAMANAN RAKYAT (TKR)
- PERUBAHAN NAMA DAN PENINGKATAN STATUS TKR
- PERUBAHAN NAMA TKR MENJADI TRI
- PERUBAHAN TRI MENJADI TNI
- PENATAAN ORGANISASI (1947-1948)
- PERUBAHAN Tentara Nasional Indonesia MENJADI APRI
- APRI MENJADI ABRI
- KESIMPULAN SEJARAH TANGGAL 5 OKTOBER SEBAGAI HARI LAHIRNYA TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) TAHUN 2019 YANG KE-74
PENEGAKKAN KEMERDEKAAN
Setelah dijatuhkannya bom atom oleh Amerika di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga mengalah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh rakyat Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaan. Setelah dibacakannya Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno, maka secara resmi lahir Negara Republik Indonesia. Namun ternyata tidak serta merta semua kekuasaan sanggup diambil alih oleh Indonesia dalam tempo yang sesingkat- singkatnya sesuai amanat Proklamasi.PENGAMBILALIHAN KEKUASAAN DARI TANGAN JEPANG
Secara formal Jepang sudah tidak mempunyai kekuasaan lagi di Indonesia, namun kenyataannya Jepang masih mengendalikan kekuasaan atas pemerintahan hingga waktu penyerahan secara resmi kepada Sekutu. Situasi tersebut mengakibatkan kekosongan kekuasaan di Indonesia, dengan demikian hal yang mutlak harus segera dilakukan ialah mengambil alih dan menguasai senjata serta peralatan militer dari tangan Jepang, sehingga lahirlah suatu gerakan pengambilalihan kekuasaan. Gerakan dilakukan oleh para pejuang RI dari banyak sekali elemen terhadap Jepang, baik sipil maupun militer secara serempak di banyak sekali wilayah Indonesia. Pada waktu itu tentara Jepang yang berada dalam kesatriaan memang masih bersenjata terutama di kawasan Kedu Selatan. Demikian juga pengambilalihan PETA, instansi pamong praja, pabrik–pabrik, serta forum tertentu.Pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang dimulai di kawasan Kedu Selatan, Pengambilalihan Kepolisian Jepang yang merupakan instansi bersenjata berlangsung tanpa pertumpahan darah. Mereka telah menyadari situasi yang terjadi, bahkan banyak Polisi Jepang yang kemudian menentukan bergabung menjadi Polisi RI yang ditandai dengan diturunkannya bendera Jepang dan dikibarkan bendera Merah Putih di kantor mereka. Dalam kantor pamong praja yang pada tiap kabupaten ditempatkan seorang opsir (biasanya berpangkat Mayor) pun tidak mengadakan perlawanan, sehingga pengambilalihan kekuasaan berlangsung singkat sesuai dengan naskah Proklamasi yang menyatakan bahwa “Hal–hal yang mengenai pemindahan kekuasaan diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat– singkatnya”.
Seperti halnya pada Kepolisian, jajaran Pamong Praja dari Bupati, Wedana, Asisten Wedana, hingga dengan Lurah berikut para pegawainya, otomatis menjadi Pegawai Republik Indonesia. Dengan demikian terbentuklah Kabupaten, Kawedanan, Asistenan dan Kelurahan yang ditandai dengan dikibarkannya Sang Merah Putih. Pada jajaran pemerintahan yang terdiri dari dinas–dinas dan jawatan, seperti: Pekerjaan Umum, Kesehatan, Jawatan Kereta Api, Pendidikan dan Pengajaran, Pertanian, Perekonomian, dan Kehewanan, pengambilalihan kekuasaan berlangsung tenang dan tanpa kekerasan. Yang terjadi hanya pergantian nama, yang semula dinas atau jawatan Pemerintahan Bala Tentara Dai Nippon, menjadi dinas atau jawatan Pemerintah Republik Indonesia. Pengambilalihan ditandai dengan dikibarkannya Sang Merah Putih di depan kantor, sehingga pegawai–pegawainya pun otomatis menjadi Pegawai Republik Indonesia.
Tetapi ada sebagian tentara Jepang yang tidak begitu saja menyerahkan senjatanya. Tidak semua pengambilalihan kekuasaan dari Jepang sanggup dilakukan dengan mudah. Ada beberapa kejadian pengambilalihan kekuasaan yang didahului secara diplomasi dengan didukung oleh pasukan siap tempur.
Seperti di Krendetan dan Prembun, Eks Shodancho Sroehardoyo menuju ke Krendetan tempat pertahanan meriam Jepang tetapi tidak menemukan senjata. Saat pulang dengan memakai kereta api dari Kroya, diketahui bahwa ada satu kompi tentara Jepang yang akan ke Yogyakarta, berada dalam kereta yang sama. Ketika kereta masuk stasiun, terlihat BKR dan Pemuda Pelajar Kutoarjo mengadakan pengamanan. Sroehardoyo bertemu dengan eks Chudancho Sarbini di stasiun tersebut dan mengutarakan maksudnya alasannya Ia sadar bila memakai kekerasan akan menemui kesulitan. Maka Sroehardoyo pun memakai cara diplomasi yang ternyata disetujui Sarbini. Perundingan berjalan lancar.
DIBENTUKNYA BADAN KEAMANAN RAKYAT (BKR)
Dalam suasana siaga menghadapi banyak sekali kemungkinan sebagai konsekwensi dari Proklamasi 17 Agustus 1945, Pada tanggal 22 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya menetapkan untuk membentuk tiga tubuh sebagai wadah untuk menyalurkan potensi usaha rakyat. Badan tersebut ialah Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).Pada tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA dan Heiho. Tugas untuk menampung bekas anggota PETA dan Heiho ditangani oleh BPKKP. Pembentukan BKR merupakan perubahan dari hasil sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 yang telah menetapkan untuk membentuk Tentara Kebangsaan. Maka pada tanggal 23 Agustus 1945 Presiden RI mengeluarkan Seruan sebagai berikut: “Saya berharap kepada kau sekalian, hai prajurit–prajurit bekas PETA, Heiho, dan Pelaut serta pemuda-pemuda lain, untuk sementara waktu, masuklah dan bekerjalah pada Badan Keamanan Rakyat. Percayalah nanti akan tiba saatnya kau dipanggil untuk menjadi prajurit dalam Tentara Kebangsaan Indonesia” Berdasarkan undangan Presiden tersebut, segenap jajaran pemerintahan di kawasan segera mengadakan pertemuan untuk membahas dan mengambil langkah lanjutan dengan berpedoman dan memperhatikan petunjuk yang telah digariskan dari tingkat atasnya, antara lain:
- Badan Keamanan Rakyat (BKR) ditempatkan dalam wadah Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKP) yang dibina oleh Komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah-daerah.
- Tugas BKR ialah menjaga keamanan rakyat setempat.
Rakyat terutama cowok para bekas prajurit PETA, Heiho, KNIL, Pelaut serta cowok lain yang tergabung dalam banyak sekali organisasi kepemudaan dan kelaskaran menanggapi dan menyambut baik Seruan Presiden, alasannya wadah untuk berjuang telah tersedia. Pembentukan melalui banyak sekali proses dan melalui sejumlah tahapan. Di kawasan tingkat kabupaten diadakan musyawarah koordinasi antara bekas Opsir Peta yang tertinggi pangkatnya dengan Bupati dan Kepala Polisi Negara Kabupaten untuk memecahkan banyak sekali persoalan guna melakukan Seruan Presiden tersebut, dimana hasilnya sebagai berikut:
- Segera diadakannya pemanggilan kepada para bekas prajurit PETA, Heiho, Pelaut, KNIL, dan cowok lain di kampung-kampung atau desa-desa, biar berkumpul pada tanggal dan tempat yang telah ditentukan.
- Pemanggilan dilakukan oleh Camat ditujukan kepada Kepala Desa/Lurah setempat melalui Kurir Khusus yang pada tiap hari membawa surat-surat dari kecamatan ke desa/kelurahan. Yang dimaksud dengan Kurir Khusus ialah pamong desa yang secara bergiliran dari desanya, tiap hari berdinas jaga (piket) di Kantor Kecamatan, yang sekaligus menjadi Rumah Dinas Camat.
- Dengan cara ini, isu panggilan cepat hingga pada alamat yang dituju, meski di pelosok dan gunung-gunung sekali pun. Cara pemanggilan itu ditempuh berhubung keterbatasan jumlah radio dikala itu.
- Mengenai konsumsi BKR di tingkat Kabupaten menjadi tanggung jawab Bupati selaku Ketua BPKKP Kabupaten, Wedana untuk tingkat Kawedanan, dan Camat untuk tingkat Kecamatan.
Karena pada dikala itu komunikasi masih sulit, tidak semua kawasan di Indonesia mendengar Pidato Presiden Soekarno tersebut. Mayoritas kawasan yang mendengar itu ialah Pulau Jawa. Sementara tidak semua Pulau Sumatera mendengar. Sumatera kepingan timur dan Aceh tidak mendengarnya.
Walaupun tidak mendengar pemuda-pemuda di banyak sekali kawasan Sumatera membentuk organisasi-organisasi yang kelak menjadi inti dari pembentukan tentara. Pemuda Aceh mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API), di Palembang terbentuk BKR, tetapi dengan nama yang lain yaitu Penjaga Keamanan Rakyat (PKR) atau Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR).
DIBENTUKNYA TENTARA KEAMANAN RAKYAT (TKR)
Kedatangan tentara Inggris sebagai perwakilan Sekutu ke Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan dari Jepang ternyata dimanfaatkan oleh tentara Belanda untuk kembali ke Indonesia. Situasi ini menjadi mulai tidak aman. Oleh alasannya itu pada tanggal 5 Oktober 1945, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat pembentukan tentara kebangsaan yang diberi nama Tentara Keamanan Rakyat. Dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga dilatarbelakangi oleh harapan para anggota BKR dan cowok pejuang alasannya Pemerintah RI belum juga membentuk suatu tentara nasional Indonesia yang resmi. Mantan Opsir KNIL yang berpangkat Mayor di jaman Hindia Belanda, Oerip Soemohardjo pun hingga berkata “Aneh suatu Negara zonder tentara”. Oerip merupakan satu-satunya opsir bangsa Indonesia orisinil yang menerima pangkat tertinggi hingga masa berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia pada tahun 1942. Ia lahir di Guron, Sindurejan, Purworejo pada tanggal 21 Februari 1893.Kemudian Pemerintah memanggil Oerip Soemohardjo ke Jakarta. Wapres Dr.(H.C.) Drs Mohammad Hatta mengangkatnya menjadi Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letnan Jenderal dan diberi kiprah untuk membentuk tentara. Pada waktu itu Markas Tertinggi TKR berada di Yogyakarta. Akhirnya pada tanggal 5 Oktober 1945 Pemerintah RI mengeluarkan maklumat sebagai berikut:
Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat.
Maklumat ini disusul dengan Pengumuman Pemerintah tanggal 7 Oktober 1945 yang berbunyi:
Ini hari telah dilakukan pembentukan Tentara Kebangsaan di salah satu kawasan di Jakarta dengan maksud untuk menyempurnakan kekuatan Republik Indonesia.
Pemuda-pemuda bekas Peta, Heiho, Keigun, dan cowok dari Barisan Pelopor telah menyiapkan tenaganya, biar setiap waktu sanggup membaktikan tenaganya untuk menentang kembalinya penjajah Belanda. Pemuda-pemuda dan Tentara Kebangsaan itu dengan segera diperlengkapi dengan persenjataan, biar dengan jalan demikian sanggup mempertahankan keamanan umum.
Maklumat, Pengumuman Pemerintah dan Seruan Ketua KNIP tersiar ke seluruh negeri. Semakin jelaslah bagi rakyat, terutama cowok yang semenjak awal berniat mengabdikan dirinya untuk berjuang melalui kesatuan bersenjata. TKR menerima sambutan hangat, tidak hanya dari cowok yang telah tergabung dalam BKR, tetapi juga pemuda-pemuda lainnya. Hal ini terbukti dengan banyaknya unsur pegawai negeri, swasta, guru, pelajar, petani, pedagang, dan santri yang tadinya belum masuk ke dalam BKR, berbondong- bondong masuk TKR. Sehingga apabila tidak diadakan pembatasan peneriman dikala itu, niscaya kekuatan TKR sangat besar.
Kepala Staf Umum TKR, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo menyusun TKR dengan 10 Divisi di Jawa dan 6 Divisi di luar Jawa. Satu di antara 10 Divisi TKR di Jawa ialah Divisi V di bawah pimpinan Kolonel Soedirman yang berkedudukan di Purwokerto mencakup kawasan Kedu, Pekalongan, dan Banyumas.
Setelah terbentuk TKR maka Presiden Soekarno pada tanggal 6 Oktober 1945, mengangkat Suprijadi, seorang tokoh pemberontakan PETA di Blitar untuk menjadi Menteri Keamanan Rakyat dan Pemimpin Tertinggi TKR. Akan tetapi beliau tidak pernah muncul hingga awal November 1945, sehingga TKR tidak mempunyai pimpinan tertinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka pada tanggal 12 November 1945 diadakan Konferensi TKR di Yogyakarta dipimpin oleh Kepala Staf Umum TKR Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo. Hasil konferensi itu ialah terpilihnya Kolonel Soedirman sebagai Pimpinan Tertinggi TKR. Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 18 Desember 1945 mengangkat resmi Kolonel Soedirman menjadi Panglima Besar TKR, dengan pangkat Jenderal.
PERUBAHAN NAMA DAN PENINGKATAN STATUS TKR
Berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 2 Tanggal 7 Januari 1946, maka nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR). Ini berarti bahwa Tentara Keamanan Rakyat hanya berumur 93 hari, yakni semenjak tanggal 5 Oktober 1945 hingga 7 Januari 1946. Hal ini bertujuan untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946 yang mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian nama Kementerian Keamanan Rakyat diubah namanya menjadi Kementerian Pertahanan. Markas Tertinggi TKR mengeluarkan pengumuman bahwa mulai tanggal 8 Januari 1946, nama Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.PERUBAHAN NAMA TKR MENJADI TRI
Untuk menyempurnakan organisasi tentara berdasarkan standar militer internasional, maka pada tanggal 26 Januari 1946 pemerintah mengeluarkan maklumat wacana penggantian nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia. Maklumat ini dikeluarkan melalui Penetapan Pemerintah No.4/SD Tahun 1946.Untuk mewujudkan tentara yang sempurna, pemerintah membentuk suatu panita yang disebut dengan Panitia Besar Penyelenggaraan Organisasi Tentara. Beberapa panitia tersebut ialah Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo dan Komodor Suryadarma.
Pada tanggal 17 Mei 1946 panitia mengumumkan hasil kerjanya, berupa rancangan dan bentuk Kementerian Pertahanan dan Ketentaraan, kekuatan dan organisasi, peralihan dari TKR ke TRI dan kedudukan laskar-laskar dan barisan-barisan serta tubuh usaha rakyat.
Presiden Soekarno pada tanggal 25 Mei 1946 jadinya melantik para pejabat Markas Besar Umum dan Kementerian Pertahanan. Pada upacara peresmian tersebut Panglima Besar Jenderal Soedirman mengucapkan sumpah anggota pimpinan tentara mewakili semua yang dilantik.
PERUBAHAN TRI MENJADI TNI
Pada masa mempertahankan kemerdekaan ini, banyak rakyat Indonesia membentuk laskar- laskar usaha sendiri atau tubuh usaha rakyat. Usaha pemerintah Indonesia untuk menyempurnakan tentara kebangsaan terus berjalan, sambil bertempur dan berjuang untuk menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa.Usaha untuk menyempurnakan tentara terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada waktu itu. Banyaknya laskar-laskar dan tubuh usaha rakyat, kurang menguntungkan bagi usaha mempertahankan kemerdekaan. Sering terjadi kesalahpahaman antara TRI dengan tubuh usaha rakyat yang lain.
Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman tersebut pemerintah berusaha untuk menyatukan TRI dengan tubuh usaha yang lain. Pada tanggal 15 Mei 1947 Presiden Republik Indonesia mengeluarkan penetapan wacana penyatuan TRI dengan tubuh dan laskar usaha menjadi satu organisasi tentara. Untuk mempersatukan dua kekuatan bersenjata yaitu TRI sebagai tentara regular dan badan-badan usaha rakyat, maka pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi. Sesuai dengan Keputusan Presiden pada tanggal 3 Juni 1947 Tentara Republik Indonesia (TRI) diubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No. 24.
Gambar logo dan tema untuk Banner Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia Ke-74 Tahun 2019 |
Presiden juga menetapkan susunan tertinggi TNI. Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soerdiman diangkat sebagai Kepala Pucuk Pimpinan Tentara Nasional Indonesia dengan anggotanya ialah Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo, Laksamana Muda Nazir, Komodor Suryadarma, Jenderal Mayor Sutomo, Jenderal Mayor Ir. Sakirman, dan Jenderal Mayor Jokosuyono. Dalam ketetapan itu juga menyatakan bahwa semua satuan Angkatan Perang dan satuan laskar yang berubah menjadi menjadi TNI, diwajibkan untuk taat dan tunduk kepada segala perintah dari aba-aba yang dikeluarkan oleh Pucuk Pimpinan TNI.
PENATAAN ORGANISASI (1947-1948)
Kondisi ekonomi negara yang masih baru, belum cukup untuk membiayai angkatan perang yang besar pada waktu itu. Salah seorang anggota KNIP berjulukan Z. Baharuddin mengeluarkan gagasan untuk melakukan pengurangan anggota (rasionalisasi) di kalangan angkatan perang.Selain itu, hasil dari Perjanjian Renville ialah semakin sempitnya wilayah Republik Indonesia. Daerah yang dikuasai hanyalah beberapa karesidenan di Jawa dan Sumatera yang berada dalam keadaan konomi yang cukup parah jawaban blokade oleh Belanda.
Pada tanggal 2 Januari 1948 Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No.1 Tahun 1948, yang memecah Pucuk Pimpinan Tentara Nasional Indonesia menjadi Staf Umum Angkatan Perang dan Markas Besar Pertempuran. Staf Umum dimasukkan kedalam Kementerian Pertahanan di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP). Sementara itu Markas Besar Pertempuran dipimpin oleh seorang Panglima Besar Angkatan Perang Mobil. Pucuk Pimpinan Tentara Nasional Indonesia dan Staf Gabungan Angkatan Perang dihapus.
Presiden mengangkat Komodor Suryadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Perang dengan Kolonel T.B. Simatupang sebagai wakilnya. Sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil diangkat Jenderal Soedirman. Staf Umum Angkatan Perang bertugas sebagai perencanaan seni administrasi dan siasat serta berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan. Sementara Staf Markas Besar Angkatan Perang Mobil, ialah pelaksana taktis operasional.
Keputusan Presiden ini mengakibatkan reaksi di kalangan Angkatan Perang. Maka pada tanggal 27 Februari 1948, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden No.9 Tahun 1948 yang membatalkan penetapan yang usang dan mengeluarkan penetapan baru. Dalam penetapan yang gres ini, Staf Angkatan Perang tetap di bawah Komodor Suryadarma, sementara itu Markas Besar Pertempuran tetap di bawah Panglima Besar Jenderal Soedirman, ditambah Wakil Panglima yaitu Jenderal Mayor A.H. Nasution. Angkatan Perang berada di bawah seorang Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) yang membawahi Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) dan Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU).
Dalam penataan organisasi ini dibagi menjadi 2 kepingan yaitu penataan kementerian dan pimpinan tertinggi ditangani oleh KASAP, sementara mengenai pasukan serta daerah- kawasan pertahanan ditangani oleh Wakil Panglima Besar Angkatan Perang.
Untuk menuntaskan penataan organisasi ini, Panglima Besar Jenderal Soedirman membentuk sebuah panitia yang anggotanya ditunjuk oleh Panglima sendiri. Anggota panitia terdiri dari Jenderal Mayor Susaliy (mantan PETA dan laskar), Jenderal Mayor Suwardi (mantan KNIL) dan Jenderal Mayor A.H. Nasution dari perwira muda. Penataan organisasi Tentara Nasional Indonesia selesai pada simpulan tahun 1948, sehabis Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera, Kolonel Hidajat menuntaskan penataan organisasi tentara di Pulau Sumatera.
PERUBAHAN Tentara Nasional Indonesia MENJADI APRI
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada bulan Desember 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan itu maka dibuat pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan adonan antara Tentara Nasional Indonesia dan KNIL. Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan, sehingga APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).APRI MENJADI ABRI
Pada tahun 1962, dilakukan upaya penyatuan antara angkatan perang dengan kepolisian negara menjadi sebuah organisasi yang berjulukan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyatuan satu komando ini dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tingkat efektifitas dan efisiensi dalam melakukan kiprahnya dan menjauhkan imbas dari kelompok politik tertentu. PERUBAHAN ABRI MENJADI Tentara Nasional IndonesiaPada tahun 1998 terjadi perubahan situasi politik di Indonesia. Perubahan tersebut besar lengan berkuasa juga terhadap keberadaan ABRI. Pada tanggal 1 April 1999 Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia secara resmi dipisah menjadi institusi yang bangkit sendiri. Sebutan ABRI sebagai tentara dikembalikan menjadi TNI, sehingga Panglima ABRI menjadi Panglima TNI.
Sebuah perjalanan panjang kelahiran Tentara Nasional Indonesia yang genetiknya murni dari Ruh rakyat Indonesia yang mempunyai nasionalisme kuat. Maka tidaklah mengherankan bila Tentara Nasional Indonesia hingga dikala ini tidak sanggup dipisahkan dan selalu Manunggal dengan Rakyat.
Baca:
- PELAJARAN SEJARAH: APA ITU Tentara Nasional Indonesia DAN UCAPAN SELAMAT HARI JADI TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI)
- LOGO HUT KAI 2019 KE-74 LEWAT TEMA KATA BERMAKNA BERSATU INDONESIA MAJU
KESIMPULAN SEJARAH TANGGAL 5 OKTOBER SEBAGAI HARI LAHIRNYA TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) TAHUN 2019 YANG KE-74
Tulisan pelajarancg sejarah wacana hari jadi Tentara Nasional Indonesia atau Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia ditulisa oleh Letkol Arm Joko Riyanto Kasubbid Penerbitan Bidang Kermainfo Puskompublik Kemhan dari Media Informasi Kemeterian Pertahanan (WIRA) Volume 56 / No. 40 / September - Oktober 2015.( https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2016/03/5.-September-Oktober-2015.pdf)Akhir kata pelajarancg.blogspot.com mengucapkan selamat ulang tahun untuk hari jadi Tentara Nasional Indonesia Republik Indonesia Tahun 2019 5 Oktober untuk seluruh teman, anggota Tentara Nasional Indonesia (AU, AD dan AL) seluruh jajarannya ,,,, Dirgahayu yang ke-74 "POLRI Dan Tentara Nasional Indonesia Bersinergi Dalam Menciptakan Keamanan keselamatan untuk seluruh rakyat Indonesia juga NKRI